Books
“MENJADI KAKAK”
Judul
Asli : PORCUPINE
Copyright
© 2007 by Meg
Tilly
Penerbit
Gramedia Pustaka Utama
Alih
Bahasa : Ingrid Dwijani Nimpoeno
Desain
cover : Ria Radja Haba
Cetakan
II : April 2009 ; 248 hlm
[
Goodreads ]
Buku ini salah satu dari
tumpukan koleksiku yang sekian tahun tak pernah kubaca, dan karena semenjak
tahun lalu sudah kutekadkan untuk ‘membongkar’ timbunan yang makin lama makin
tinggi, akhirnya sampai juga buku ini ke tanganku untuk dibuka dan dibaca. Awalnya
selain tertarik pada sinopsis cerita, adalah desain sampul yang serba hijau dengan
ilustrasi menarik ini hingga membuatku tergerak untuk membelinya saat itu. Dan
ternyata kisahnya sangat menarik, bukan sekedar bacaan ringan ala teenlit,
melainkan kisah drama sebuah keluarga dalam mengalami cobaan berat di kehidupan
mereka.
Jacqueline Cooper atau yang
lebih suka dipanggil Jack, baru berusia 12 tahun ketika musibah menimpa
keluarganya. Ayah tercinta dan penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya,
meninggal akibat serangan ‘peluru-nyasar’ saat bertugas sebagai Pasukan Penjaga
Perdamaian Kanada di Afghanistan. Maka tanggung jawab keluarga menjadi beban
Jack karena sang ibu – Fran Cooper, tak mampu melakukan apa pun selain
berbaring di tempat tidur dan menangis selama berminggu-minggu. Sebelumnya, Bob
Cooper yang selalu perhatian pada kebutuhan tangga mereka, mulai membersihkan
pekarangan, menyiapkan ayunan bagi anak-anak, membayar tagihan serta membuat
keceriaan di dalam keluarga tersebut.
![]() |
[ source ] |
Kini, Jack harus berperan
sebagai kakak sekaligus orang tua bagi adik-adiknya, Tessa (10 tahun) dan Simon
(7 tahun) – menjaga agar mereka tetap bahagia serta menunaikan tugas belajar
masing-masing, sekaligus mengingatkan atau terkadang menyeret ibu mereka untuk
berbelanja untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Jack berusaha untuk kuat dan
tabah, karena ia tahu, ayah tercinta telah mengunjunginya dalam mimpi sesaat
sebelum tewas di Afghanishtan – beliau menaruh kepercayaan bahwa Jack pasti
bisa menjaga keutuhan keluarganya. Jack yang sangat dekat dan memiliki
sifat-sifat sama dengan ayahnya, yang paling merasakaan kedukaan atas
kepergiaan sang ayah. Dan semenjak
kecil, ia terbiasa dengan ketrampilan serta ketangkasan layaknya seorang anak laki-laki
dan lebih suka menemani sang ayah saat melakukan pekerjaan rumah. Bahkan
panggilan sayang ‘Jack’ berasal dari sang ayah, sesuai yang tak pernah disukai
oleh ibunya.
Jika Bob Cooper merupakan sosok
yang hangat dan penuh kasih sayang, perhatian terhadap anggota keluarganya,
maka Fran Cooper merupakan kebalikan dari sosok suaminya. Ia adalah wanita
cantik yang senang akan perhatian, berdandan dan mengatur segala sesuatu agar
tampak rapi, cantik dan menarik. Anak-anak hanya sebagai salah satu hal yang
terkadang ia harus perhatikan, dirawat dan dijaga. Jika mereka melakukan
sesuatu yang tidak disukainya, terutama Jack dan Simon yang lebih mirip sifat
serta perilakunya dengan sang ayah, maka Fran melampiaskan dengan memanjakan
Tessa yang menurut pada semua keinginannya. Tak jarang perselisihan terjadi
akibat perbedaan perilaku ini, dan biasanya Bob Cooper berperan sebagai
penengah dan penyatu keluarga ini. Kini ia telah tiada ...
![]() |
[ source ] |
Kisah ini sungguh menyentuh,
membaca pengalaman anak-anak terutama Jacqueline ‘Jack’ yang harus mengambil
keputusan serta peran sebagai pelindung sekaligus orang tua bagi adik-adiknya.
Ketidak-sesuaian pendapat antara Fran dan Jack, semakin bertambah ketika Fran
tak mampu memenuhi tuntutan sebagai orang tua yang layak. Ia bahkan
‘menitipkan’ anak-anaknya pada nenek buyut mereka – sosok yang tak pernah
mereka ketahui bahkan berkenalan sepanjang usia mereka. Dan kemudian Fran
menghilang pada suatu hari, tanpa pesan apa pun. Kehidupan anak-anak ini buka
saja ‘dicabut’ dengan paksa dari lingkungan serta teman-teman yang mereka
kenal, kini mereka juga harus terpaksa beradaptasi dengan kehidupan di wilayah
yang sama sekali mereka kenal – tinggal
di rumah nenek buyut yang juga baru mengetahui bahwa ia memiliki 3 orang cicit
yang kini harus ia rawat, karena sang ibu menghilang.
Kenyamanan serta semua
permintaan yang dulu mudah dikabulkan dan dipenuhi oleh ayah tercinta, kini
harus mereka perjuangkan, karena kehidupan Gran (panggilan akrab keluarganya,
nama aslinya Doris Findlay) yang hidup seorang diri sekian lamanya, cukup berat
dengan mengelola peternakan kecil serta berusaha memenuhi kebutuhan
sehari-hari, dan kini ia juga harus memikirkan masa depan ketiga cicitnya.
Hubungan awal diantara mereka tidak berjalan dengan baik. Gran tampak bagai
orang tua mengerikan yang selalu kasar dan mudah berteriak, terutama saat ia
bersama dengan cucunya : Fran Cooper. Gran marah besar karena Fran dulu
‘minggat’ dari rumah dimana ia dibesarkan oleh kakek dan neneknya,
sepeninggalan kedua orang tuanya saat ia seusia dengan Jack. Fran ‘kawin-lari’
dengan Bob Cooper, dan tak pernah memberi kabar ataupun menjenguk kedua orang
tua pengganti yang telah mengasuhnya selama ini.
![]() |
~ Little Porcupine ~ [ source ] |
Jack yang merupakan pemimpin
diantara saudar-saudaranya, awalnya sangat membenci Gran – terutama karena ia
menjelek-jelekkan ayahnya. Namun seiring dengan waktu, terjalin hubungan dan
saling pengertian antara Gran dan Jack, dan mereka lebih menghargai satu sama
lain karena mereka cukup tahu bagaimana sifat sebenarnya Fran Cooper. Gran
meski sangat keras dan disiplin namun memiliki kepekaan serta kasih sayang
melimpah bagi cicit-cicitnya. Kehidupan mereka tak akan pernah mewah bahkan
sering kali kekurangan, namun mereka akan bersama-sama berjuang dalam
menghadapi berbagai cobaan. Seperti ketika Gran harus mencari biaya bagi pendidikan
mereka, atau kesulitan besar yang dihadapi Simon di lingkungan yang baru.
Bocah mungil ini sangat berbeda
dengan anak-anak seusianya. Ia memiliki kecerdasan serta daya kreatifitas serta
imajinasi tinggi, namun prestasi akademiknya sangat rendah. Ia tak mampu
membaca dan menulis hingga usia 7 tahun lebih – bahkan menghadapi cemoohan
teman-temannya yang menganggapnya bodoh. Sungguh sangat berbeda pandangan
masyarakat terhadap anak-anak yang memiliki ‘kelainan’ yang kemudian dikenal
sebagai ‘disleksia’ – sesuatu yang mampu diatasi dengan penanganan yang tepat.
Namun bagaimana nasib anak-anak yang tak pernah mengetahui akan ‘sesuatu’ yang
membuat mereka ‘berbeda’ dengan anak-anak lainnya ?
![]() |
[ source ] |
Terkadang dunia serta
pergaulan anak-anak pun dapat berbuat sangat keji dibandingkan perilaku orang
dewasa. Ketidak-tahuan atau ketidak-pedulian adalah penyakit yang sangat
berbahaya, karena akan berakibat panjang pada kehidupan masa depan orang lain.
Membaca perjuangan Jack demi melindungi dan menjaga Simon (sesuatu yang
seharusnya menjadi tanggung jawab orang tua), sangat menyentuh dan menggugah
perasaan. Sungguh sayang kisah ini tidak berlanjut lebih panjang – karena
perjalanan hidup mereka begitu penuh dengan warna-warni, terkadang gelap atau
kelabu, namun tak jarang warna pelangi memenuhi hati mereka.
“Belai dia. Kita bisa membelainya sekarang,” Simon berbisik dengan wajah tak berdosa... Ia mengulurkan tangan, kemudian tanganku turut melakukannya, berdua kami membelai landak itu. Dan itu adalah benda terlembut yang pernah kurasakan seumur hidupku. Karena, di balik semua duri tajam membahayakan itu, landak memiliki bulu halus nan lembut.” [ ... seperti juga demikian jalannya suatu Kehidupan | Porcupine by Meg Tilly ~ ]
Tentang Penulis :
![]() |
[ source ] |
Meg Tilly adalah mantan aktris
yang dikenal lewat perannya dalam ‘The Big Chill’ dan ‘Agnes of God’ – yang
membuatnya memperoleh Penghargaan Golden Globe untuk Pemeran Pembantu Wanita
Terbaik tahun 1986, sekaligus masuk dalam nominasi Oscar. Selain Porcupine, ia
juga menulis dua buah novel dewasa berjudul ‘Singing Songs’ dan ‘Gemma’ ; dan
novel remaja lainnya ‘Lucky’. Kini ia tinggal di Vancouver, B.C., bersama
keluarganya.
[ more about the author, books
and related adaptations, visit at here : Meg Tilly ]
Best Regards,
* Secret Garden *
No comments:
Post a Comment
Thank You for visiting my blog & leave your comment in here (^o^) ... if you leave a backlink to your blog, I'll make sure to visit you back later on.